Rabu, 10 Desember 2025

Manajemen Risiko pada Pendidik (Guru) di Lembaga Pendidikan


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Dalam dunia pendidikan, risiko merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Risiko dapat muncul dari berbagai aspek seperti proses pembelajaran, manajemen sekolah, penggunaan teknologi, hingga hubungan antarindividu di lingkungan pendidikan. Oleh karena itu, manajemen risiko menjadi hal penting untuk memastikan kegiatan pendidikan berjalan secara efektif, aman, dan berkelanjutan.

Guru sebagai pendidik juga menghadapi berbagai tantangan yang berpotensi menjadi sumber risiko, mulai dari beban kerja berlebih, tekanan psikologis, kurangnya dukungan sarana dan prasarana, hingga risiko dalam penerapan metode pembelajaran baru. Jika tidak dikelola dengan baik, hal tersebut dapat memengaruhi kualitas proses belajar mengajar dan pencapaian tujuan pendidikan.

Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan strategi manajemen risiko yang tepat, baik dari sisi individu guru maupun kelembagaan. Guru perlu memahami cara mengidentifikasi, menganalisis, serta mengendalikan risiko yang mungkin terjadi dalam proses pembelajaran. Sementara itu, lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam menciptakan sistem dan kebijakan yang mampu memitigasi risiko, misalnya melalui pelatihan, pengawasan, dan penyediaan lingkungan kerja yang mendukung.

Penerapan manajemen risiko di sekolah bukan hanya sebatas pencegahan terhadap masalah, tetapi juga menjadi bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan secara menyeluruh. Dengan adanya implementasi manajemen risiko yang baik, sekolah dapat menciptakan budaya kerja yang lebih aman, profesional, dan adaptif terhadap perubahan.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian manajemen risiko dalam konteks pendidikan?

2.      Apa jenis dan sumber risiko yang dihadapi guru?

3.      Apa saja strategi manajemen risiko bagi pendidik?

4.      Bagaimana lembaga pendidikan dalam mitigasi risiko?

5.      Bagaimana implementasi manajemen risiko di sekolah?

C.    Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui pengertian manajemen risiko dalam konteks pendidikan.

2.      Untuk mengetahui jenis dan sumber risiko yang dihadapi guru.

3.      Untuk mengetahui strategi manajemen risiko bagi pendidik.

4.      Untuk mengetahui lembaga pendidikan dalam mitigasi resiko.

5.      Untuk mengetahui implementasi manajemen risiko di sekolah.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Manajemen Risiko dalam Konteks Pendidikan

Manajemen risiko dalam pendidikan merupakan langkah penting untuk mengidentifikasi dan mengendalikan potensi ancaman yang dapat mengganggu proses belajar mengajar.[1] Jadi, dengan manajemen risiko yang baik, sekolah dapat menjaga kelancaran dan keamanan proses pembelajaran. Dalam konteks ini, para ahli memberikan berbagai definisi yang memperjelas pentingnya upaya sistematis dalam memahami, mengevaluasi, dan mengelola risiko.

Kaplan dan Norton yang dikutip oleh Samiyah dan Jeprianto, menekankan bahwa manajemen risiko pendidikan melibatkan penilaian terhadap berbagai ancaman, mulai dari risiko fisik seperti kebakaran hingga risiko virtual seperti keamanan siber.[2] Dengan demikian, pendekatan ini memastikan lingkungan belajar yang aman dan mendukung.

Selanjutnya Loso Judijanto dkk, berpendapat bahwa manajemen risiko harus dilakukan secara proaktif. Menurutnya, cara ini memungkinkan lembaga pendidikan untuk lebih siap menghadapi ketidakpastian dan potensi gangguan. Berbagai risiko, baik yang bersifat internal maupun eksternal, perlu diidentifikasi sedini mungkin agar dapat diatasi sebelum mengakibatkan kerugian signifikan. Mereka juga menyoroti pentingnya keterlibatan semua pihak, termasuk staf dan siswa, dalam proses manajemen risiko untuk menciptakan budaya sadar risiko di sekolah.[3]

Adapun menurut Fred Smith yang dikutip oleh Haerun Yasin dan Bima Haeril, bahwa sistem manajemen risiko yang efektif tidak hanya mengurangi potensi ancaman, tetapi juga meningkatkan keberlanjutan institusi pendidikan. Dengan memastikan keselamatan dan kesejahteraan semua pihak yang terlibat, lembaga pendidikan dapat berfungsi dengan lancar dan mencapai tujuan jangka panjangnya.[4] Hal ini berarti bahwa pengelolaan risiko tidak hanya berfokus pada penyelesaian masalah saat ini, tetapi juga mempersiapkan sekolah untuk menghadapi tantangan di masa depan.

Dapat disimpulkan dari beberapa pendapat diatas bahwa manajemen risiko pendidikan merupakan suatu proses yang komprehensif dan berkelanjutan, yang melibatkan identifikasi, penilaian, serta mitigasi terhadap berbagai jenis ancaman baik fisik, virtual, internal, maupun eksternal. Pendekatan yang proaktif serta keterlibatan seluruh warga sekolah sangat penting untuk menciptakan budaya sadar risiko dan menjaga keberlanjutan lembaga pendidikan dalam mencapai tujuan jangka panjangnya.

B.     Jenis dan Sumber Risiko yang di Hadapi Guru

Guru merupakan tenaga profesional yang memiliki tanggung jawab besar terhadap keberhasilan peserta didik. Namun dalam menjalankan tugasnya, guru tidak terlepas dari berbagai risiko yang dapat memengaruhi kesehatan fisik, mental, maupun profesionalitasnya. Menurut Shilpy Afiattresna Octavia, risiko-risiko ini timbul akibat tuntutan pekerjaan yang kompleks, perubahan lingkungan pendidikan, serta kondisi sosial yang dinamis.[5] Oleh karena itu, pemahaman terhadap jenis dan sumber risiko yang dihadapi guru menjadi hal penting agar lembaga pendidikan dapat menyusun strategi pencegahan dan penanganannya secara tepat. Berikut jenis-jenis risiko yang di hadapi guru:[6]

1.      Risiko Fisik

Guru sering kali menghadapi risiko fisik karena tuntutan aktivitas mengajar yang memerlukan energi dan ketahanan tubuh. Guru berdiri dalam waktu lama, berbicara dengan volume tinggi, menulis di papan tulis, dan berinteraksi dengan banyak siswa setiap hari. Aktivitas ini dapat menyebabkan gangguan postur tubuh, nyeri punggung, gangguan pita suara, hingga kelelahan otot. Selain itu, lingkungan sekolah yang padat dan kurang memperhatikan aspek keselamatan kerja dapat meningkatkan risiko kecelakaan, seperti terpeleset atau terjatuh.

2.      Risiko Psikologis atau Mental

Selain risiko fisik, guru juga menghadapi tekanan psikologis yang berat. Beban kerja yang tinggi, tanggung jawab moral terhadap peserta didik, dan ekspektasi masyarakat dapat menimbulkan stres dan kelelahan emosional (burnout). Guru sering kali harus menyeimbangkan antara tuntutan mengajar, administrasi, serta tanggung jawab sosial lainnya. Selain itu, kondisi seperti konflik dengan rekan kerja, tekanan waktu, dan kurangnya dukungan dari pimpinan juga termasuk risiko psikologis yang berdampak signifikan.

3.      Risiko Operasional atau Organisasi

Risiko operasional muncul akibat sistem dan kebijakan di lingkungan sekolah. Misalnya, perubahan kurikulum yang terlalu cepat, beban administratif yang berlebihan, kurangnya fasilitas pembelajaran, dan distribusi jam mengajar yang tidak proporsional. Semua hal tersebut dapat menghambat efektivitas proses belajar-mengajar dan menimbulkan tekanan tambahan bagi guru.

4.      Risiko Lingkungan atau Eksternal

Lingkungan eksternal juga menjadi faktor yang berpengaruh besar terhadap risiko yang dihadapi guru. Contohnya, kondisi sosial siswa yang beragam, perilaku agresif peserta didik, kurangnya dukungan dari orang tua, hingga tekanan masyarakat terhadap hasil belajar. Selain itu, perkembangan teknologi serta pembelajaran daring juga menimbulkan tantangan baru. Guru dituntut untuk beradaptasi dengan platform digital, menjaga interaksi virtual, serta menghadapi keterbatasan koneksi atau perangkat.

Dari beberapa poin diatas, dapat disimpulkan bahwa guru menghadapi berbagai risiko, mulai dari fisik, psikologis, operasional, hingga lingkungan. Risiko tersebut dapat memengaruhi kinerja dan kesejahteraan guru, sehingga perlu adanya manajemen risiko yang baik agar proses pembelajaran tetap berjalan efektif.

C.    Strategi Manajemen Risiko bagi Pendidik

Strategi manajemen risiko bagi pendidik mencakup langkah-langkah yang membantu guru dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan mengendalikan risiko yang dapat mengganggu proses belajar mengajar. Adapun langkah-langkah tersebut meliputi:[7]

1.      Identifikasi Risiko

Langkah pertama dalam manajemen risiko adalah mengidentifikasi berbagai potensi risiko yang ada dan mungkin muncul. Risiko bisa berasal dari berbagai sumber seperti masalah keamanan, kesehatan, atau teknologi. Melakukan identifikasi dini memungkinkan pihak sekolah atau lembaga pendidikan untuk lebih siap dalam mengambil langkah-langkah selanjutnya. Dengan mengetahui risiko yang ada, tindakan preventif bisa segera dirancang dan diterapkan dengan efektif.

2.      Analisis Risiko

Setelah mengidentifikasi risiko-risiko potensial, tahap berikutnya adalah menganalisis dampak dari masing-masing risiko tersebut. Penting untuk mengetahui seberapa besar risiko tersebut dapat memengaruhi kegiatan belajar mengajar. Analisis ini membantu pihak sekolah atau pengelola pendidikan untuk menentukan prioritas dalam penanganan risiko. Analisis mendalam juga membantu dalam merancang strategi mitigasi yang lebih tepat sasaran.

3.      Pengembangan Rencana Mitigasi

Tahap selanjutnya adalah menyusun rencana mitigasi untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan risiko yang telah diidentifikasi. Misalnya, memperbarui sistem keamanan untuk mencegah gangguan keamanan atau memberikan pelatihan kesehatan kepada siswa dan staf untuk mencegah penyebaran penyakit. Rencana mitigasi harus jelas, rinci, dan mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat. Dengan adanya rencana yang baik, proses penanganan risiko akan menjadi lebih terarah dan efektif.

4.      Implementasi Rencana

Setelah rencana mitigasi disusun, langkah berikutnya adalah implementasi dari rencana tersebut. Pastikan seluruh staf dan siswa mengetahui dan memahami rencana mitigasi serta peran mereka masing-masing dalam menjalankan rencana tersebut. Komunikasi yang efektif sangat penting pada tahap ini untuk memastikan bahwa semua pihak mengetahui apa yang harus dilakukan dan kapan harus dilakukan. Implementasi yang baik akan membantu dalam mengurangi risiko secara signifikan.

5.      Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan berkelanjutan terhadap implementasi rencana mitigasi sangat penting untuk memastikan keefektifannya. Evaluasi secara rutin memungkinkan pihak sekolah atau pengelola pendidikan untuk melakukan penyesuaian strategi jika terdapat perubahan situasi atau muncul masalah baru. Dengan melakukan pemantauan dan evaluasi, risiko-risiko yang ada dapat ditangani dengan lebih tepat waktu dan efektif. Evaluasi juga memberikan kesempatan untuk memperbaiki kelemahan yang mungkin ada dalam rencana mitigasi.

6.      Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan untuk staf dan siswa mengenai manajemen risiko merupakan langkah penting lainnya. Pelatihan bisa dilakukan melalui seminar, workshop, atau latihan simulasi. Dengan pendidikan yang memadai, baik siswa maupun staf akan lebih siap menghadapi risiko yang mungkin terjadi. Pelatihan juga membantu dalam meningkatkan kesadaran dan keterampilan dalam menangani situasi darurat. Ini akan membuat lingkungan pendidikan menjadi lebih aman dan kondusif untuk belajar.

7.      Keterlibatan Stakeholder

Untuk menjalankan proses manajemen risiko dengan baik, keterlibatan semua stakeholder mulai dari orang tua, komunitas, hingga pemerintah daerah sangat diperlukan. Dukungan penuh dari semua pihak membantu dalam pelaksanaan dan perbaikan strategi manajemen risiko. Melibatkan stakeholder dalam proses ini memastikan bahwa semua pihak memiliki pemahaman yang sama dan bekerja sama dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan efektif. Dengan adanya keterlibatan penuh, tantangan dalam manajemen risiko dapat diatasi dengan lebih mudah dan solusi yang dihasilkan akan lebih komprehensif.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa strategi manajemen risiko bagi pendidik meliputi langkah-langkah mulai dari identifikasi hingga keterlibatan stakeholder bertujuan untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi berbagai risiko yang dapat mengganggu proses belajar mengajar, sehingga tercipta lingkungan pendidikan yang aman, efektif, dan berkelanjutan.

D.    Lembaga Pendidikan dalam Mitigasi Risiko

Lembaga pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam mitigasi risiko bencana dan pengurangan kerentanan terhadap berbagai ancaman, seperti konflik sosial. Pendidikan di sekolah dan lembaga pendidikan lainnya berfungsi meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik tentang potensi bahaya serta langkah-langkah mitigasi yang harus dilakukan. Melalui pengembangan kurikulum dan program khusus seperti "Sekolah Aman" dan "Satuan Pendidikan Aman Bencana", pendidikan berperan membangun budaya kesiapsiagaan yang berkelanjutan dan kolaboratif di kalangan siswa, guru, orang tua, dan masyarakat.

Penanggulangan bencana merupakan kegiatan yang berkaitan dengan tahap-tahap pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan dan rekonstruksi. Mitigasi bencana bertujuan menurunkan kerentanan personal dan sosial terhadap bahaya-bahaya alam dan ulah manusia dengan lebih memperhatikan sumber permasalahannya.[8] Dalam hal ini, peran sekolah dan guru sangat penting untuk memberikan sosialisasi pendidikan mitigasi bencana sebagai dasar pengetahuan yang memerlukan pembelajaran sedini mungkin, sehingga tumbuh budaya mitigasi bencana baik sebelum, saat bencana dan pasca bencana.

Mitigasi bencana pada dasarnya merupakan serangkaian aktivitas mengurangi resiko bencana (dampak bencana).[9] Upaya penyadaran dan peningkatan kapasitas guru dan peserta didik dalam menghadapi ancaman bencana, dengan melakukan beberapa cara, yaitu sebagai berikut:[10]

1.      Merancang Pendidikan Mitigasi Bencana dalam Kurikulum Sekolah

Pendidikan kebencanaan menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan peserta didik mengenai bencana. Peserta didik harus memahami pengertian bencana, jenis-jenis bencana, tanda-tanda akan terjadinya bencana, dampak bencana, upaya pengurangan resiko bencana serta kerentanan dan kerawanan bencana di daerahnya. Pendidikan mitigasi bencana yang diajarkan disekolah-sekolah akan membentuk karakter peserta didik yang siap siaga terhadap setiap bencana yang terjadi, Karakter siap siaga bencana akan terbentuk apabila peserta didik memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilan mitigasi bencana yang ditumbuhkan melalui pednididikan di sekolah baik dalam kegiatan pembelajaran maupun ekstrakurikuler.

2.      Gerakan Literasi

Gerakan literasi sekolah atau yang sering kita sebut GLS merupakan kegiatan membaca dan menulis yang dijalankan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Gerakan ini bertujuan agar peserta didik memiliki budaya membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat. Selanjutnya, kegiatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan ketrampilan membaca agar pengetahuan dapat dikuasai lebih baik. Materi baca berisi nilai nilai budi pekerti, kearifan local, nasional dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembanagn peserta didik. Melalui gerakan tersebut, peserta didik lima belas menit membaca buku non mata pelajaran sebelum waktu belajar dimulai.

3.      Mengintegrasikan Materi Mitigasi Bencana dalam Mata Pelajaran

Mengintegrasikan materi mitigasi bencana ke dalam kurikulum menjadi pekerjaan yang paling urgen saat ini bagi pemerintah pusat. Untuk memenui kebutuhan tersebut Mentri Pendidikan dan Kebudayaan akan memberikan dasar-dasar ketrampilan hidup atau basic life skills kepada peserta didik, salah satunya mengenai pendidikan mitigasi bencana. Pendidikan mitigasi bencana butuh keterlibatan semua pihak, baik sekolah, orang tua, masyarakat, maupun kementrian atau lembaga lain. Penyisipan materi pendidikan mitigasi bencana dapat diajarkan pada mata pelajaran seperti IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Muatan Lokal.

4.      Mengintegrasikan Materi Mitigasi Bencana dalam Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler adalah sebuah kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi minat dan bakat diluar kemampuan akademik peserta didik. Kegiatan ekstrakurikuler juga dapat digunakan sebagai implementasi dalam memberikan penanaman karakter peserta didik siap siaga bencana. Kegiatan ekstra kurikuler yang dapat menunjang untuk pembentukan karakter peserta didik melalui kegiatan pelatihan dari Basarnas. Pelatihan-pelatihan yang diadakan dalam kegiatan ekstrakurikuler dapat membantu peserta didik dalam meningkatkan ketrampilan dalam menghadapi bencana, sehingga dengan ketrampilan tersebut diharapkan saat terjadi bencana dapat meminimalisir jumlah korban jiwa

5.      Membangun Kesadaran Korban Bencana

Membangun kesadaran peserta didik tentang penanggulangan bencana menjadi hal yang penting yang perlu diupayakan oleh pemerintah terutama bagi peserta didik yang tinggal di wilayah yang rentan bencana. Merubah pola piker peserta didik terhadap persoalan mitigasi bencana memerlukan sosialisasi yang intens yang dimulai dari bidang pendidikan baik formal maupun nonformal. Kesiapsiagaan menghadapi bencana perlu dibangun sejak dini karena bencana hadir tanpa pengumuman. Pengalaman masa lalu memberikan pembelajaran kepada semua pihak, terkadang korban meninggal atau luka-luka terjadi pada saat evakuasi dari tempat bencana. Hal tersebut terjadi karena masyarakat bingung dan panik ketika bencana terjadi.

6.      Simulasi Penanggulangan Bencana di Sekolah

Simulasi penanggulangan bencana wajib dipahami dan diikuti oleh semua peserta didik baik tingkat sekolah dasar, menengah pertama dan menegah atas. Simulasi berbagai jenis bencana harus dilakukan secara intens dan teratur, sehingga peserta didik akan mampu menentukan tindakan yang tepat pada saat bencana menerpa mereka. Simulasi bisa dilakukan per-kelas atau per-level kelas dalam rentan waktu 1 bulan sekali, 3 bulan sekali atau 6 bulan sekali atau paling tidak 1 kali setahun. Dalam kegiatan simulasi perlu dilakukan tindakan yang tepat pada saat terjadi bencana dan saat evakuasi. Semua peserta didik dipastikan memahami kegiatan simulasi secara maksimal.

Dari berbagai upaya yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa peningkatan kapasitas guru dan peserta didik dalam menghadapi bencana perlu dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, dan pembiasaan di sekolah. Dengan penguatan sistem pendidikan dan pengintegrasian literasi risiko serta mitigasi ke dalam proses pengajaran dan kegiatan sekolah, lembaga pendidikan dapat menjadi kekuatan utama dalam membangun komunitas yang tangguh dan mampu menghadapi risiko bencana secara efektif dan berkelanjutan.

E.     Implementasi Manajemen Risiko di Sekolah

Dalam dunia Pendidikan, implementasi manajemen risiko berperan dalam menjaga keamanan lingkungan sekolah serta memastikan efektifias program pembelajaran. Keberhasilan penerapan manajemen risiko sangat bergantung pada komitmen dan partisipasi aktif dari seluruh elemen sekolah. Kolaborasi antara manajemen sekolah, guru, siswa, dan orang tua sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan program manajemen risiko.

Menurut Rahmat Aji Nuryakin, partisipasi aktif dari semua pemangku kepentingan meningkatkan efektivitas penerapan manajemen risiko dan memastikan bahwa semua pihak memahami peran dan tanggung jawab mereka dalam menjaga keselamatan di sekolah.[11] Jadi, kolaborasi ini menjadi kunci terciptanya lingkungan sekolah yang aman, karena setiap pihak berperan aktif dalam menerapkan manajemen risiko secara efektif.

Untuk memastikan bahwa implementasi manajemen risiko yang direncanakan dapat berjalan secara efektif dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran perlu adanya pemantauan dan evaluasi kemajuan secara berkala dan membuat strategi penyesuaian untuk mengelola risiko yang terjadi.

Dalam penelitian Bintang William dan Wahyu Hidayat, Proses pemantauan dan evaluasi ini diterapkan oleh kepala sekolah dengan menugaskan beberapa bagian yang terkait untuk memantau dan mengevaluasi berbagai unsur dan risiko yang terjadi dan akan terjadi di bagiannya masing-masing.[12] Hal ini dilakukan agar seluruh risiko yang ada di berbagai bidang di sekolah dapat terkelola dengan baik dan menyeluruh.

Para petugas yang menanggung jawabpi setiap bidangnya diwajibkan melaporkan hasil dari pemantauan dan evaluasi risikonya kepada kepala sekolah secara berkala.  Jika terdapat permasalahan yang terjadi dalam proses impelementasi manajemen risiko dari berbagai bidang yang ada di sekolah maka penanggung jawab bagian nya harus melaporkan permasalahan yang terjadi dan mendiskusikan pemecahan masalahnya dengan kepala sekolah.[13]

Keberhasilan implementasi manajemen risiko dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran diukur dengan mengevaluasi secara berkala terkait risiko yang terjadi dan solusi pemecahannya untuk memastikan bahwa proses pengimplementasian manajemen risiko dalam peningkatan efektivitas pembelajaran memberikan hasil yang optimal. Dalam proses pengukuran keberhasilan implementasi manajemen risiko dalam efektivitas pembelajaran ini kepala sekolah turut berperan aktif dalam pelaksanaan dan pemantauannya dibantu dengan para penanggung jawab pengelolaan risiko dari berbagai bidang yang terkait.

Selain itu, dalam pelaksanaan implementasi manajemen risiko diperlukan strategi-strategi yang efektif agar efektivitas pembelajaran di sekolah tidak terkendala dengan dampak negatif dari berbagai risiko yang muncul. Strategi-strategi yang diterapkan dapat diperoleh dari berbagai kegiatan identifikasi dan pengkajian yang diadakan oleh sekolah seperti pengkajian kurikulum dan rancangan pembelajaran semester serta identifikasi risiko dan pemecahan permasalahannya dari berbagai risiko yang akan terjadi di dalamnya.[14]

Berdasarkan uraian diatas, bahwa implementasi manajemen risiko di sekolah berperan penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan efektif. Keberhasilannya bergantung pada kolaborasi seluruh elemen sekolah serta pemantauan dan evaluasi yang dilakukan secara berkala agar setiap risiko dapat dikelola dengan baik dan tujuan pembelajaran tercapai optimal.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

 Manajemen risiko dalam pendidikan merupakan proses penting dan berkelanjutan untuk mengenali, menganalisis, serta mengendalikan berbagai ancaman yang dapat mengganggu efektivitas pembelajaran. Dengan penerapan manajemen risiko yang baik, sekolah dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan kondusif bagi seluruh warga sekolah.

Guru sebagai pendidik menghadapi beragam risiko, baik fisik, psikologis, operasional, maupun lingkungan. Karena itu, strategi manajemen risiko sangat diperlukan melalui langkah-langkah seperti identifikasi, analisis, mitigasi, implementasi, pemantauan, serta keterlibatan semua pihak. Strategi ini membantu guru mengantisipasi dan menanggulangi risiko sejak dini, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung efektif dan berkelanjutan.

Selain itu, lembaga pendidikan berperan penting dalam membangun kesiapsiagaan melalui integrasi materi mitigasi bencana dalam kurikulum, literasi, dan kegiatan ekstrakurikuler. Dengan demikian, implementasi manajemen risiko yang menyeluruh dan kolaboratif akan meningkatkan efektivitas pembelajaran, menjaga keberlangsungan pendidikan, serta membentuk budaya sadar risiko yang kuat di lingkungan sekolah.

B.     Saran

Diharapkan lembaga pendidikan dapat menerapkan manajemen risiko secara terencana dan menyeluruh bagi para pendidik (guru), dengan melibatkan seluruh elemen sekolah serta memanfaatkan teknologi untuk mencegah dan mengatasi berbagai potensi risiko yang dapat menghambat proses pembelajaran. Makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bermanfaat bagi pembaca dalam memahami pentingnya manajemen risiko bagi pendidik di lembaga Pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Hafizh Ahmad Fajar Rizal, Zulfatuz Zakiyah, and Izatil Hidayah Sajidah. “Nasionalisme Dan Budaya Di Indonesia Dalam Masyarakat Risiko.” Sinar Dunia: Jurnal Riset Sosial Humaniora Dan Ilmu Pendidikan 2, no. 2 (2023): 107–22.

Judijanto, Loso, Mar’atun Shalihah, Dona Elvia Desi, Sri Yani Kusumastuti, Dwi Hartini Rahayu, Apriyanto Apriyanto, Asep Risman, Tri Kunawangsih Purnamaningrum, and Bambang Ragil Winarto. Manajemen Risiko. Jambi: PT. Sonpedia Publishing Indonesia, 2025.

Lusmianingtyas, Idha, and Suwarno. “Peran Sekolah Dalam Pendidikan Mitigasi Bencana.” Journal Procedings Series on Social Sciences & Humanities 6, no. 6 (2022): 82–84.

Neolaka, Amos, and Gladies Mercya Grameinie. Ilmu Pendidikan Lingkungan: Mendidik Dengan Hati Dan Senyuman, Mengubah Sikap Perilaku Pembelajaran Lingkungan. Jakarta: Prenada Media, 2022.

Nuryakin, Rahmat Aji. Buku Ajar Manajemen Risiko. Padang: Takaza Innovatix Labs, 2025.

Octavia, Shilphy Afiattresna. Sikap Dan Kinerja Guru Profesional. Yogyakarta: Deepublish, 2020.

Saadah, Endah, and Hanafiah. Diferensiasi Strategi Dan Metode Pendampingan Pengawas Sekolah Terhadap Kepala Sekolah Dalam Implementasi Manajemen Risiko. Jawa Barat: PT Arr Rad Pratama, 2024.

Samiyah, and Jeprianto. “Manajemen Risiko Dalam Dunia Pendidikan : Strategi Dan Praktik Terbaik.” Jurnal Kajian Pendidikan 1, no. 1 (2024): 1–10.

William, Bintang, and Wahyu Hidayat. “Imlementasi Manajemen Risiko Dalam Meningkatkan Efektifitas Pembelajaran Di SMA Al-Ihsan Cimencrang.” Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 2, no. 1 (2024): 135–50.

Yasin, Haerun, and Haeril Haeril. “Kemampuan Penggunaan Teknologi Dan Manajemen Riset Dalam Upaya Mengurangi Risiko Bencana Di Kabupaten Bima.” Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, Seni, Dan Budaya 3, no. 1 (2022): 173–80.

Zahara, Siti. “Peran Sekolah Dalam Pendidikan Migitasi Bencana Di Sekolah Menengah Atas.” Pencerahan 13, no. 2 (2022): 144–55.



[1] Hafizh Ahmad Fajar Rizal Hadi, Zulfatuz Zakiyah, and Izatil Hidayah Sajidah, “Nasionalisme Dan Budaya Di Indonesia Dalam Masyarakat Risiko,” Sinar Dunia: Jurnal Riset Sosial Humaniora Dan Ilmu Pendidikan 2, no. 2 (2023): 107–22.

[2] Samiyah and Jeprianto, “Manajemen Risiko Dalam Dunia Pendidikan : Strategi Dan Praktik Terbaik,” Jurnal Kajian Pendidikan 1, no. 1 (2024): 1–10.

[3] Loso Judijanto et al., Manajemen Risiko (Jambi: PT. Sonpedia Publishing Indonesia, 2025), 82.

[4] Haerun Yasin and Haeril Haeril, “Kemampuan Penggunaan Teknologi Dan Manajemen Riset Dalam Upaya Mengurangi Risiko Bencana Di Kabupaten Bima,” Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, Seni, Dan Budaya 3, no. 1 (2022): 173–80.

[5] Shilphy Afiattresna Octavia, Sikap Dan Kinerja Guru Profesional (Yogyakarta: Deepublish, 2020), 9.

[6] Judijanto et al., Manajemen Risiko, 87.

[7] Samiyah and Jeprianto, “Manajemen Risiko Dalam Dunia Pendidikan : Strategi Dan Praktik Terbaik.”

[8] Siti Zahara, “Peran Sekolah Dalam Pendidikan Migitasi Bencana Di Sekolah Menengah Atas,” Pencerahan 13, no. 2 (2022): 144–55.

[9] Amos Neolaka and Gladies Mercya Grameinie, Ilmu Pendidikan Lingkungan: Mendidik Dengan Hati Dan Senyuman, Mengubah Sikap Perilaku Pembelajaran Lingkungan (Jakarta: Prenada Media, 2022), 274.

[10] Idha Lusmianingtyas and Suwarno, “Peran Sekolah Dalam Pendidikan Mitigasi Bencana,” Journal Procedings Series on Social Sciences & Humanities 6, no. 6 (2022): 82–84.

[11] Rahmat Aji Nuryakin, Buku Ajar Manajemen Risiko (Padang: Takaza Innovatix Labs, 2025), 5.

[12] Bintang William and Wahyu Hidayat, “Imlementasi Manajemen Risiko Dalam Meningkatkan Efektifitas Pembelajaran Di SMA Al-Ihsan Cimencrang,” Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 2, no. 1 (2024): 135–50.

[13] William and Hidayat.

[14] Endah Saadah and Hanafiah, Diferensiasi Strategi Dan Metode Pendampingan Pengawas Sekolah Terhadap Kepala Sekolah Dalam Implementasi Manajemen Risiko (Jawa Barat: PT Arr Rad Pratama, 2024), 5.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar