BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam dunia pendidikan,
risiko merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Risiko dapat muncul dari
berbagai aspek seperti proses pembelajaran, manajemen sekolah, penggunaan
teknologi, hingga hubungan antarindividu di lingkungan pendidikan. Oleh karena
itu, manajemen risiko menjadi hal penting untuk memastikan kegiatan pendidikan
berjalan secara efektif, aman, dan berkelanjutan.
Guru sebagai pendidik juga
menghadapi berbagai tantangan yang berpotensi menjadi sumber risiko, mulai dari
beban kerja berlebih, tekanan psikologis, kurangnya dukungan sarana dan
prasarana, hingga risiko dalam penerapan metode pembelajaran baru. Jika tidak
dikelola dengan baik, hal tersebut dapat memengaruhi kualitas proses belajar
mengajar dan pencapaian tujuan pendidikan.
Untuk mengatasi hal
tersebut, dibutuhkan strategi manajemen risiko yang tepat, baik dari sisi
individu guru maupun kelembagaan. Guru perlu memahami cara mengidentifikasi,
menganalisis, serta mengendalikan risiko yang mungkin terjadi dalam proses
pembelajaran. Sementara itu, lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam
menciptakan sistem dan kebijakan yang mampu memitigasi risiko, misalnya melalui
pelatihan, pengawasan, dan penyediaan lingkungan kerja yang mendukung.
Penerapan manajemen risiko di sekolah bukan hanya sebatas pencegahan terhadap masalah, tetapi juga menjadi bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan secara menyeluruh. Dengan adanya implementasi manajemen risiko yang baik, sekolah dapat menciptakan budaya kerja yang lebih aman, profesional, dan adaptif terhadap perubahan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian manajemen risiko dalam konteks pendidikan?
2. Apa jenis dan sumber risiko yang dihadapi guru?
3. Apa saja strategi manajemen risiko bagi pendidik?
4. Bagaimana lembaga pendidikan dalam mitigasi risiko?
5. Bagaimana implementasi manajemen risiko di sekolah?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Untuk mengetahui
pengertian manajemen risiko dalam konteks pendidikan.
2.
Untuk mengetahui
jenis dan sumber risiko yang dihadapi guru.
3.
Untuk mengetahui
strategi manajemen risiko bagi pendidik.
4.
Untuk mengetahui
lembaga pendidikan dalam mitigasi resiko.
5. Untuk mengetahui implementasi manajemen risiko di sekolah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Manajemen Risiko dalam Konteks Pendidikan
Manajemen risiko dalam pendidikan
merupakan langkah penting untuk mengidentifikasi dan mengendalikan potensi
ancaman yang dapat mengganggu proses belajar mengajar.[1] Jadi,
dengan manajemen risiko yang baik, sekolah dapat menjaga kelancaran dan
keamanan proses pembelajaran. Dalam konteks ini, para ahli memberikan berbagai
definisi yang memperjelas pentingnya upaya sistematis dalam memahami,
mengevaluasi, dan mengelola risiko.
Kaplan dan Norton yang dikutip oleh Samiyah
dan Jeprianto, menekankan bahwa manajemen risiko pendidikan melibatkan
penilaian terhadap berbagai ancaman, mulai dari risiko fisik seperti kebakaran
hingga risiko virtual seperti keamanan siber.[2]
Dengan demikian, pendekatan ini memastikan lingkungan belajar yang aman dan
mendukung.
Selanjutnya Loso Judijanto dkk,
berpendapat
bahwa manajemen risiko harus dilakukan secara proaktif. Menurutnya, cara ini
memungkinkan lembaga pendidikan untuk lebih siap menghadapi ketidakpastian dan
potensi gangguan. Berbagai risiko, baik yang bersifat internal maupun
eksternal, perlu diidentifikasi sedini mungkin agar dapat diatasi sebelum
mengakibatkan kerugian signifikan. Mereka juga menyoroti pentingnya
keterlibatan semua pihak, termasuk staf dan siswa, dalam proses manajemen
risiko untuk menciptakan budaya sadar risiko di sekolah.[3]
Adapun menurut Fred Smith yang
dikutip oleh Haerun Yasin
dan Bima Haeril, bahwa sistem manajemen risiko yang
efektif tidak hanya mengurangi potensi ancaman, tetapi juga meningkatkan
keberlanjutan institusi pendidikan. Dengan memastikan keselamatan dan
kesejahteraan semua pihak yang terlibat, lembaga pendidikan dapat berfungsi
dengan lancar dan mencapai tujuan jangka panjangnya.[4] Hal
ini berarti bahwa pengelolaan risiko tidak hanya berfokus pada penyelesaian
masalah saat ini, tetapi juga mempersiapkan sekolah untuk menghadapi tantangan
di masa depan.
Dapat disimpulkan dari beberapa
pendapat diatas bahwa manajemen risiko pendidikan merupakan suatu proses yang
komprehensif dan berkelanjutan, yang melibatkan identifikasi, penilaian, serta
mitigasi terhadap berbagai jenis ancaman baik fisik, virtual, internal, maupun
eksternal. Pendekatan yang proaktif serta keterlibatan seluruh warga sekolah
sangat penting untuk menciptakan budaya sadar risiko dan menjaga keberlanjutan
lembaga pendidikan dalam mencapai tujuan jangka panjangnya.
B.
Jenis
dan Sumber Risiko yang di Hadapi Guru
Guru
merupakan tenaga profesional yang memiliki tanggung jawab besar terhadap
keberhasilan peserta didik. Namun dalam menjalankan tugasnya, guru tidak
terlepas dari berbagai risiko yang dapat memengaruhi kesehatan fisik, mental,
maupun profesionalitasnya. Menurut Shilpy Afiattresna Octavia, risiko-risiko
ini timbul akibat tuntutan pekerjaan yang kompleks, perubahan lingkungan
pendidikan, serta kondisi sosial yang dinamis.[5] Oleh karena itu, pemahaman terhadap jenis dan
sumber risiko yang dihadapi guru menjadi hal penting agar lembaga pendidikan
dapat menyusun strategi pencegahan dan penanganannya secara tepat. Berikut jenis-jenis
risiko yang di hadapi guru:[6]
1.
Risiko Fisik
Guru sering kali menghadapi
risiko fisik karena tuntutan aktivitas mengajar yang memerlukan energi dan
ketahanan tubuh. Guru berdiri dalam waktu lama, berbicara dengan volume tinggi,
menulis di papan tulis, dan berinteraksi dengan banyak siswa setiap hari.
Aktivitas ini dapat menyebabkan gangguan postur tubuh, nyeri punggung, gangguan
pita suara, hingga kelelahan otot. Selain itu, lingkungan sekolah yang padat
dan kurang memperhatikan aspek keselamatan kerja dapat meningkatkan risiko
kecelakaan, seperti terpeleset atau terjatuh.
2.
Risiko
Psikologis atau Mental
Selain risiko fisik, guru
juga menghadapi tekanan psikologis yang berat. Beban kerja yang tinggi,
tanggung jawab moral terhadap peserta didik, dan ekspektasi masyarakat dapat
menimbulkan stres dan kelelahan emosional (burnout). Guru sering kali
harus menyeimbangkan antara tuntutan mengajar, administrasi, serta tanggung
jawab sosial lainnya. Selain itu, kondisi seperti konflik dengan rekan kerja,
tekanan waktu, dan kurangnya dukungan dari pimpinan juga termasuk risiko
psikologis yang berdampak signifikan.
3.
Risiko
Operasional atau Organisasi
Risiko operasional muncul
akibat sistem dan kebijakan di lingkungan sekolah. Misalnya, perubahan
kurikulum yang terlalu cepat, beban administratif yang berlebihan, kurangnya
fasilitas pembelajaran, dan distribusi jam mengajar yang tidak proporsional.
Semua hal tersebut dapat menghambat efektivitas proses belajar-mengajar dan
menimbulkan tekanan tambahan bagi guru.
4.
Risiko
Lingkungan atau Eksternal
Lingkungan eksternal juga
menjadi faktor yang berpengaruh besar terhadap risiko yang dihadapi guru.
Contohnya, kondisi sosial siswa yang beragam, perilaku agresif peserta didik,
kurangnya dukungan dari orang tua, hingga tekanan masyarakat terhadap hasil
belajar. Selain itu, perkembangan teknologi serta pembelajaran daring juga
menimbulkan tantangan baru. Guru dituntut untuk beradaptasi dengan platform
digital, menjaga interaksi virtual, serta menghadapi keterbatasan koneksi
atau perangkat.
Dari
beberapa poin diatas, dapat disimpulkan bahwa guru menghadapi berbagai risiko,
mulai dari fisik, psikologis, operasional, hingga lingkungan. Risiko tersebut
dapat memengaruhi kinerja dan kesejahteraan guru, sehingga perlu adanya
manajemen risiko yang baik agar proses pembelajaran tetap berjalan efektif.
C.
Strategi
Manajemen Risiko bagi Pendidik
Strategi manajemen risiko bagi pendidik mencakup
langkah-langkah yang membantu guru dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan
mengendalikan risiko yang dapat mengganggu proses belajar mengajar. Adapun
langkah-langkah tersebut meliputi:[7]
1.
Identifikasi Risiko
Langkah pertama dalam manajemen
risiko adalah mengidentifikasi berbagai potensi risiko yang ada dan mungkin
muncul. Risiko bisa berasal dari berbagai sumber seperti masalah keamanan,
kesehatan, atau teknologi. Melakukan identifikasi dini memungkinkan pihak
sekolah atau lembaga pendidikan untuk lebih siap dalam mengambil
langkah-langkah selanjutnya. Dengan mengetahui risiko yang ada, tindakan
preventif bisa segera dirancang dan diterapkan dengan efektif.
2.
Analisis Risiko
Setelah mengidentifikasi
risiko-risiko potensial, tahap berikutnya adalah menganalisis dampak dari
masing-masing risiko tersebut. Penting untuk mengetahui seberapa besar risiko
tersebut dapat memengaruhi kegiatan belajar mengajar. Analisis ini membantu pihak
sekolah atau pengelola pendidikan untuk menentukan prioritas dalam penanganan
risiko. Analisis mendalam juga membantu dalam merancang strategi mitigasi yang
lebih tepat sasaran.
3.
Pengembangan Rencana Mitigasi
Tahap selanjutnya adalah
menyusun rencana mitigasi untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan risiko
yang telah diidentifikasi. Misalnya, memperbarui sistem keamanan untuk mencegah
gangguan keamanan atau memberikan pelatihan kesehatan kepada siswa dan staf
untuk mencegah penyebaran penyakit. Rencana mitigasi harus jelas, rinci, dan
mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat. Dengan adanya rencana yang baik,
proses penanganan risiko akan menjadi lebih terarah dan efektif.
4.
Implementasi Rencana
Setelah rencana mitigasi
disusun, langkah berikutnya adalah implementasi dari rencana tersebut. Pastikan
seluruh staf dan siswa mengetahui dan memahami rencana mitigasi serta peran
mereka masing-masing dalam menjalankan rencana tersebut. Komunikasi yang efektif
sangat penting pada tahap ini untuk memastikan bahwa semua pihak mengetahui apa
yang harus dilakukan dan kapan harus dilakukan. Implementasi yang baik akan
membantu dalam mengurangi risiko secara signifikan.
5.
Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan berkelanjutan
terhadap implementasi rencana mitigasi sangat penting untuk memastikan
keefektifannya. Evaluasi secara rutin memungkinkan pihak sekolah atau pengelola
pendidikan untuk melakukan penyesuaian strategi jika terdapat perubahan situasi
atau muncul masalah baru. Dengan melakukan pemantauan dan evaluasi,
risiko-risiko yang ada dapat ditangani dengan lebih tepat waktu dan efektif.
Evaluasi juga memberikan kesempatan untuk memperbaiki kelemahan yang mungkin
ada dalam rencana mitigasi.
6.
Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan
untuk staf dan siswa mengenai manajemen risiko merupakan langkah penting
lainnya. Pelatihan bisa dilakukan melalui seminar, workshop, atau
latihan simulasi. Dengan pendidikan yang memadai, baik siswa maupun staf akan
lebih siap menghadapi risiko yang mungkin terjadi. Pelatihan juga membantu
dalam meningkatkan kesadaran dan keterampilan dalam menangani situasi darurat.
Ini akan membuat lingkungan pendidikan menjadi lebih aman dan kondusif untuk
belajar.
7.
Keterlibatan Stakeholder
Untuk menjalankan proses
manajemen risiko dengan baik, keterlibatan semua stakeholder mulai dari orang
tua, komunitas, hingga pemerintah daerah sangat diperlukan. Dukungan penuh dari
semua pihak membantu dalam pelaksanaan dan perbaikan strategi manajemen risiko.
Melibatkan stakeholder dalam proses ini memastikan bahwa semua pihak memiliki
pemahaman yang sama dan bekerja sama dalam menciptakan lingkungan belajar yang
aman dan efektif. Dengan adanya keterlibatan penuh, tantangan dalam manajemen
risiko dapat diatasi dengan lebih mudah dan solusi yang dihasilkan akan lebih
komprehensif.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa strategi manajemen
risiko bagi pendidik meliputi langkah-langkah mulai dari identifikasi hingga
keterlibatan stakeholder bertujuan untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi
berbagai risiko yang dapat mengganggu proses belajar mengajar, sehingga
tercipta lingkungan pendidikan yang aman, efektif, dan berkelanjutan.
D.
Lembaga
Pendidikan dalam Mitigasi Risiko
Lembaga
pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam mitigasi risiko bencana dan
pengurangan kerentanan terhadap berbagai ancaman, seperti konflik sosial. Pendidikan
di sekolah dan lembaga pendidikan lainnya berfungsi meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan peserta didik tentang potensi bahaya serta langkah-langkah
mitigasi yang harus dilakukan. Melalui pengembangan kurikulum dan program
khusus seperti "Sekolah Aman" dan "Satuan Pendidikan Aman
Bencana", pendidikan berperan membangun budaya kesiapsiagaan yang
berkelanjutan dan kolaboratif di kalangan siswa, guru, orang tua, dan
masyarakat.
Penanggulangan
bencana merupakan kegiatan yang berkaitan dengan tahap-tahap pencegahan,
mitigasi, kesiapsiagaan dan rekonstruksi. Mitigasi bencana bertujuan menurunkan
kerentanan personal dan sosial terhadap bahaya-bahaya alam dan ulah manusia
dengan lebih memperhatikan sumber permasalahannya.[8] Dalam hal ini, peran sekolah dan guru sangat
penting untuk memberikan sosialisasi pendidikan mitigasi bencana sebagai dasar
pengetahuan yang memerlukan pembelajaran sedini mungkin, sehingga tumbuh budaya
mitigasi bencana baik sebelum, saat bencana dan pasca bencana.
Mitigasi
bencana pada dasarnya merupakan serangkaian aktivitas mengurangi resiko bencana
(dampak bencana).[9] Upaya penyadaran dan peningkatan kapasitas guru dan
peserta didik dalam menghadapi ancaman bencana, dengan melakukan beberapa cara,
yaitu sebagai berikut:[10]
1.
Merancang Pendidikan
Mitigasi Bencana dalam Kurikulum Sekolah
Pendidikan kebencanaan
menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan peserta didik
mengenai bencana. Peserta didik harus memahami pengertian bencana, jenis-jenis
bencana, tanda-tanda akan terjadinya bencana, dampak bencana, upaya pengurangan
resiko bencana serta kerentanan dan kerawanan bencana di daerahnya. Pendidikan
mitigasi bencana yang diajarkan disekolah-sekolah akan membentuk karakter
peserta didik yang siap siaga terhadap setiap bencana yang terjadi, Karakter
siap siaga bencana akan terbentuk apabila peserta didik memiliki bekal
pengetahuan dan ketrampilan mitigasi bencana yang ditumbuhkan melalui
pednididikan di sekolah baik dalam kegiatan pembelajaran maupun
ekstrakurikuler.
2.
Gerakan Literasi
Gerakan literasi sekolah
atau yang sering kita sebut GLS merupakan kegiatan membaca dan menulis yang
dijalankan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23
Tahun 2015. Gerakan ini bertujuan agar peserta didik memiliki budaya membaca
dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat. Selanjutnya,
kegiatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan ketrampilan membaca agar
pengetahuan dapat dikuasai lebih baik. Materi baca berisi nilai nilai budi
pekerti, kearifan local, nasional dan global yang disampaikan sesuai tahap
perkembanagn peserta didik. Melalui gerakan tersebut, peserta didik lima belas
menit membaca buku non mata pelajaran sebelum waktu belajar dimulai.
3.
Mengintegrasikan
Materi Mitigasi Bencana dalam Mata Pelajaran
Mengintegrasikan materi
mitigasi bencana ke dalam kurikulum menjadi pekerjaan yang paling urgen saat
ini bagi pemerintah pusat. Untuk memenui kebutuhan tersebut Mentri Pendidikan
dan Kebudayaan akan memberikan dasar-dasar ketrampilan hidup atau basic life
skills kepada peserta didik, salah satunya mengenai pendidikan mitigasi
bencana. Pendidikan mitigasi bencana butuh keterlibatan semua pihak, baik
sekolah, orang tua, masyarakat, maupun kementrian atau lembaga lain. Penyisipan
materi pendidikan mitigasi bencana dapat diajarkan pada mata pelajaran seperti
IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Muatan Lokal.
4.
Mengintegrasikan
Materi Mitigasi Bencana dalam Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler
adalah sebuah kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi minat dan
bakat diluar kemampuan akademik peserta didik. Kegiatan ekstrakurikuler juga
dapat digunakan sebagai implementasi dalam memberikan penanaman karakter peserta
didik siap siaga bencana. Kegiatan ekstra kurikuler yang dapat menunjang untuk
pembentukan karakter peserta didik melalui kegiatan pelatihan dari Basarnas.
Pelatihan-pelatihan yang diadakan dalam kegiatan ekstrakurikuler dapat membantu
peserta didik dalam meningkatkan ketrampilan dalam menghadapi bencana, sehingga
dengan ketrampilan tersebut diharapkan saat terjadi bencana dapat meminimalisir
jumlah korban jiwa
5.
Membangun
Kesadaran Korban Bencana
Membangun kesadaran peserta
didik tentang penanggulangan bencana menjadi hal yang penting yang perlu
diupayakan oleh pemerintah terutama bagi peserta didik yang tinggal di wilayah
yang rentan bencana. Merubah pola piker peserta didik terhadap persoalan mitigasi
bencana memerlukan sosialisasi yang intens yang dimulai dari bidang pendidikan
baik formal maupun nonformal. Kesiapsiagaan menghadapi bencana perlu dibangun
sejak dini karena bencana hadir tanpa pengumuman. Pengalaman masa lalu
memberikan pembelajaran kepada semua pihak, terkadang korban meninggal atau
luka-luka terjadi pada saat evakuasi dari tempat bencana. Hal tersebut terjadi
karena masyarakat bingung dan panik ketika bencana terjadi.
6.
Simulasi
Penanggulangan Bencana di Sekolah
Simulasi penanggulangan
bencana wajib dipahami dan diikuti oleh semua peserta didik baik tingkat sekolah
dasar, menengah pertama dan menegah atas. Simulasi berbagai jenis bencana harus
dilakukan secara intens dan teratur, sehingga peserta didik akan mampu
menentukan tindakan yang tepat pada saat bencana menerpa mereka. Simulasi bisa
dilakukan per-kelas atau per-level kelas dalam rentan waktu 1 bulan sekali, 3
bulan sekali atau 6 bulan sekali atau paling tidak 1 kali setahun. Dalam
kegiatan simulasi perlu dilakukan tindakan yang tepat pada saat terjadi bencana
dan saat evakuasi. Semua peserta didik dipastikan memahami kegiatan simulasi
secara maksimal.
Dari
berbagai upaya yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa peningkatan
kapasitas guru dan peserta didik dalam menghadapi bencana perlu dilakukan
melalui pendidikan, pelatihan, dan pembiasaan di sekolah. Dengan penguatan
sistem pendidikan dan pengintegrasian literasi risiko serta mitigasi ke dalam
proses pengajaran dan kegiatan sekolah, lembaga pendidikan dapat menjadi
kekuatan utama dalam membangun komunitas yang tangguh dan mampu menghadapi
risiko bencana secara efektif dan berkelanjutan.
E.
Implementasi
Manajemen Risiko di Sekolah
Dalam dunia
Pendidikan, implementasi manajemen risiko berperan dalam menjaga keamanan
lingkungan sekolah serta memastikan efektifias program pembelajaran. Keberhasilan
penerapan manajemen risiko sangat bergantung pada komitmen dan partisipasi
aktif dari seluruh elemen sekolah. Kolaborasi antara manajemen sekolah, guru,
siswa, dan orang tua sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan program
manajemen risiko.
Menurut
Rahmat Aji Nuryakin, partisipasi aktif dari semua pemangku kepentingan meningkatkan
efektivitas penerapan manajemen risiko dan memastikan bahwa semua pihak
memahami peran dan tanggung jawab mereka dalam menjaga keselamatan di sekolah.[11] Jadi, kolaborasi ini menjadi kunci terciptanya
lingkungan sekolah yang aman, karena setiap pihak berperan aktif dalam
menerapkan manajemen risiko secara efektif.
Untuk
memastikan bahwa implementasi manajemen risiko yang direncanakan dapat berjalan
secara efektif dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran perlu adanya pemantauan
dan evaluasi kemajuan secara berkala dan membuat strategi penyesuaian untuk
mengelola risiko yang terjadi.
Dalam
penelitian Bintang William dan Wahyu Hidayat, Proses pemantauan dan evaluasi
ini diterapkan oleh kepala sekolah dengan menugaskan beberapa bagian yang terkait
untuk memantau dan mengevaluasi berbagai unsur dan risiko yang terjadi dan akan
terjadi di bagiannya masing-masing.[12] Hal ini dilakukan agar seluruh risiko yang ada di berbagai
bidang di sekolah dapat terkelola dengan baik dan menyeluruh.
Para
petugas yang menanggung jawabpi setiap bidangnya diwajibkan melaporkan hasil
dari pemantauan dan evaluasi risikonya kepada kepala sekolah secara berkala. Jika terdapat permasalahan yang terjadi dalam proses
impelementasi manajemen risiko dari berbagai bidang yang ada di sekolah maka
penanggung jawab bagian nya harus melaporkan permasalahan yang terjadi dan mendiskusikan
pemecahan masalahnya dengan kepala sekolah.[13]
Keberhasilan
implementasi manajemen risiko dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran diukur
dengan mengevaluasi secara berkala terkait risiko yang terjadi dan solusi pemecahannya
untuk memastikan bahwa proses pengimplementasian manajemen risiko dalam
peningkatan efektivitas pembelajaran memberikan hasil yang optimal. Dalam
proses pengukuran keberhasilan implementasi manajemen risiko dalam efektivitas
pembelajaran ini kepala sekolah turut berperan aktif dalam pelaksanaan dan
pemantauannya dibantu dengan para penanggung jawab pengelolaan risiko dari
berbagai bidang yang terkait.
Selain itu,
dalam pelaksanaan implementasi manajemen risiko diperlukan strategi-strategi
yang efektif agar efektivitas pembelajaran di sekolah tidak terkendala dengan
dampak negatif dari berbagai risiko yang muncul. Strategi-strategi yang
diterapkan dapat diperoleh dari berbagai kegiatan identifikasi dan pengkajian
yang diadakan oleh sekolah seperti pengkajian kurikulum dan rancangan
pembelajaran semester serta identifikasi risiko dan pemecahan permasalahannya
dari berbagai risiko yang akan terjadi di dalamnya.[14]
Berdasarkan uraian diatas, bahwa implementasi manajemen risiko di sekolah berperan penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan efektif. Keberhasilannya bergantung pada kolaborasi seluruh elemen sekolah serta pemantauan dan evaluasi yang dilakukan secara berkala agar setiap risiko dapat dikelola dengan baik dan tujuan pembelajaran tercapai optimal.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manajemen
risiko dalam pendidikan merupakan proses penting dan berkelanjutan untuk
mengenali, menganalisis, serta mengendalikan berbagai ancaman yang dapat mengganggu
efektivitas pembelajaran. Dengan penerapan manajemen risiko yang baik, sekolah
dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan kondusif bagi
seluruh warga sekolah.
Guru sebagai pendidik menghadapi beragam risiko,
baik fisik, psikologis, operasional, maupun lingkungan. Karena itu, strategi
manajemen risiko sangat diperlukan melalui langkah-langkah seperti
identifikasi, analisis, mitigasi, implementasi, pemantauan, serta keterlibatan
semua pihak. Strategi ini membantu guru mengantisipasi dan menanggulangi risiko
sejak dini, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung efektif dan
berkelanjutan.
Selain itu, lembaga pendidikan berperan penting
dalam membangun kesiapsiagaan melalui integrasi materi mitigasi bencana dalam
kurikulum, literasi, dan kegiatan ekstrakurikuler. Dengan demikian, implementasi
manajemen risiko yang menyeluruh dan kolaboratif akan meningkatkan efektivitas
pembelajaran, menjaga keberlangsungan pendidikan, serta membentuk budaya sadar
risiko yang kuat di lingkungan sekolah.
B.
Saran
Diharapkan lembaga pendidikan dapat menerapkan
manajemen risiko secara terencana dan menyeluruh bagi para pendidik (guru),
dengan melibatkan seluruh elemen sekolah serta memanfaatkan teknologi untuk
mencegah dan mengatasi berbagai potensi risiko yang dapat menghambat proses
pembelajaran. Makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bermanfaat
bagi pembaca dalam memahami pentingnya manajemen risiko bagi pendidik di
lembaga Pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Hadi, Hafizh Ahmad Fajar Rizal, Zulfatuz Zakiyah, and Izatil
Hidayah Sajidah. “Nasionalisme Dan Budaya Di Indonesia Dalam Masyarakat
Risiko.” Sinar Dunia: Jurnal Riset Sosial Humaniora Dan Ilmu Pendidikan
2, no. 2 (2023): 107–22.
Judijanto, Loso, Mar’atun Shalihah, Dona Elvia Desi, Sri Yani
Kusumastuti, Dwi Hartini Rahayu, Apriyanto Apriyanto, Asep Risman, Tri
Kunawangsih Purnamaningrum, and Bambang Ragil Winarto. Manajemen Risiko.
Jambi: PT. Sonpedia Publishing Indonesia, 2025.
Lusmianingtyas, Idha, and Suwarno. “Peran Sekolah Dalam
Pendidikan Mitigasi Bencana.” Journal Procedings Series on Social Sciences
& Humanities 6, no. 6 (2022): 82–84.
Neolaka, Amos, and Gladies Mercya Grameinie. Ilmu
Pendidikan Lingkungan: Mendidik Dengan Hati Dan Senyuman, Mengubah Sikap
Perilaku Pembelajaran Lingkungan. Jakarta: Prenada Media, 2022.
Nuryakin, Rahmat Aji. Buku Ajar Manajemen Risiko.
Padang: Takaza Innovatix Labs, 2025.
Octavia, Shilphy Afiattresna. Sikap Dan Kinerja Guru
Profesional. Yogyakarta: Deepublish, 2020.
Saadah, Endah, and Hanafiah. Diferensiasi Strategi Dan
Metode Pendampingan Pengawas Sekolah Terhadap Kepala Sekolah Dalam Implementasi
Manajemen Risiko. Jawa Barat: PT Arr Rad Pratama, 2024.
Samiyah, and Jeprianto. “Manajemen Risiko Dalam Dunia
Pendidikan : Strategi Dan Praktik Terbaik.” Jurnal Kajian Pendidikan 1,
no. 1 (2024): 1–10.
William, Bintang, and Wahyu Hidayat. “Imlementasi Manajemen
Risiko Dalam Meningkatkan Efektifitas Pembelajaran Di SMA Al-Ihsan Cimencrang.”
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 2, no. 1 (2024): 135–50.
Yasin, Haerun, and Haeril Haeril. “Kemampuan Penggunaan
Teknologi Dan Manajemen Riset Dalam Upaya Mengurangi Risiko Bencana Di
Kabupaten Bima.” Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, Seni, Dan Budaya 3,
no. 1 (2022): 173–80.
Zahara, Siti. “Peran Sekolah Dalam Pendidikan Migitasi
Bencana Di Sekolah Menengah Atas.” Pencerahan 13, no. 2 (2022): 144–55.
[1] Hafizh
Ahmad Fajar Rizal Hadi, Zulfatuz Zakiyah, and Izatil Hidayah Sajidah,
“Nasionalisme Dan Budaya Di Indonesia Dalam Masyarakat Risiko,” Sinar Dunia: Jurnal Riset Sosial Humaniora
Dan Ilmu Pendidikan 2, no. 2 (2023): 107–22.
[2] Samiyah
and Jeprianto, “Manajemen Risiko Dalam Dunia Pendidikan : Strategi Dan Praktik
Terbaik,” Jurnal Kajian Pendidikan 1,
no. 1 (2024): 1–10.
[3] Loso
Judijanto et al., Manajemen Risiko
(Jambi: PT. Sonpedia Publishing Indonesia, 2025), 82.
[4] Haerun
Yasin and Haeril Haeril, “Kemampuan Penggunaan Teknologi Dan Manajemen Riset
Dalam Upaya Mengurangi Risiko Bencana Di Kabupaten Bima,” Jurnal Pendidikan, Bahasa, Sastra, Seni, Dan Budaya 3, no. 1
(2022): 173–80.
[5] Shilphy
Afiattresna Octavia, Sikap Dan Kinerja
Guru Profesional (Yogyakarta: Deepublish, 2020), 9.
[6] Judijanto
et al., Manajemen Risiko, 87.
[7] Samiyah
and Jeprianto, “Manajemen Risiko Dalam Dunia Pendidikan : Strategi Dan Praktik
Terbaik.”
[8] Siti
Zahara, “Peran Sekolah Dalam Pendidikan Migitasi Bencana Di Sekolah Menengah
Atas,” Pencerahan 13, no. 2 (2022):
144–55.
[9] Amos
Neolaka and Gladies Mercya Grameinie, Ilmu
Pendidikan Lingkungan: Mendidik Dengan Hati Dan Senyuman, Mengubah Sikap
Perilaku Pembelajaran Lingkungan (Jakarta: Prenada Media, 2022), 274.
[10] Idha
Lusmianingtyas and Suwarno, “Peran Sekolah Dalam Pendidikan Mitigasi Bencana,” Journal Procedings Series on Social Sciences
& Humanities 6, no. 6 (2022): 82–84.
[11] Rahmat
Aji Nuryakin, Buku Ajar Manajemen Risiko
(Padang: Takaza Innovatix Labs, 2025), 5.
[12] Bintang
William and Wahyu Hidayat, “Imlementasi Manajemen Risiko Dalam Meningkatkan
Efektifitas Pembelajaran Di SMA Al-Ihsan Cimencrang,” Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 2, no. 1 (2024): 135–50.
[13] William
and Hidayat.
[14]
Endah
Saadah and Hanafiah, Diferensiasi
Strategi Dan Metode Pendampingan Pengawas Sekolah Terhadap Kepala Sekolah Dalam
Implementasi Manajemen Risiko (Jawa Barat: PT Arr Rad Pratama, 2024), 5.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar