BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setiap manusia yang ada di dunia ini pasti harus bisa
mempertahankan dirinya masing-masing. Banyak cara yang ditempuh manusia untuk
mempertahankan hidupnya. Salah satu cara yang bisa ditempuh untuk
mempertahankan hidupnya adalah dengan menjalankan bisnis. Bisnis bisa diartikan
sebagai organisasi yang menyediakan barang atau jasa dengan maksud mendapatkan
laba (keuntungan).
Seiring dengan perkembangan zaman, dunia bisnis pun
menjadi semakin marak. Dengan berkembangnya dunia bisnis ini, kebutuhan dana
menjadi hal yang tak dapat dielakkan lagi baik oleh kalangan usahawan
perseorangan maupun usahawan yang tergabung dalam suatu badan hukum di dalam
mengembangkan usahanya maupun di dalam meningkatkan mutu produknya, sehingga
dapat dicapai suatu keuntungan yang memuaskan maupun tingkat kebutuhan bagi
kalangan lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, saat ini
semakin banyak orang yang mendirikan suatu lembaga pembiayaan yang bergerak di
bidang penyediaan dana ataupun barang yang akan dipergunakan oleh pihak lain di
dalam mengembangkan usahanya. Lembaga pembiayaan tersebut merupakan lembaga
keuangan nonbank. Yang membedakan lembaga pembiayaan dengan bank adalah bank
mengambil dana secara lansung dari masyarakat sedangkan lembaga pembiayaan
tidak mengambil dana secara langsung dari masyarakat.
Salah satu lembaga pembiayaan yang berkembang pesat
saat ini adalah sewa guna usaha atau biasa disebut juga dengan Leasing. Saat
ini, leasing merupakan salah satu cara perusahaan memperoleh asset atau
kepemilikan tanpa harus melalui proses yang berkepanjangan. Semuanya telah
diatur oleh perusahaan leasing yang disediakan oleh berbagai perusahaan.
Leasing juga merupakan salah satu langkah penghindaran resiko tinggi yang saat
ini sudah disadari oleh para usahawan yang ada.
Bila dilihat dari propspek kebutuhan pembangunan,
usaha leasing jelas dapat berkembang pesat dan memainkan peranan aktif sebagai
lembaga keuangan baru, yang khusus bergerak dalam penyediaan barang modal,
sebagai alternative sumber pembiayaan suatu perusahaan bisnis dan mempunyai
harapan untuk memenuhi kebutuhan pasanya yang luas.
Minat masyarakat terhadap layanan leasing terus
meningkat seiring dengan kebutuhan akan kemudahan dalam mendapatkan barang
modal, baik untuk keperluan pribadi maupun usaha. Banyak masyarakat memilih
leasing karena prosesnya yang lebih fleksibel dibandingkan pinjaman bank, serta
adanya berbagai program pembiayaan yang menarik. Hal ini mendorong perkembangan
perusahaan leasing di Indonesia.
Potensi bisnis leasing di Indonesia sudah lama diamati
oleh para penanam modal. Sebelum tahun 1980, jumlah perusahaan leasing yang
beroperasi 5 buah. Kemudian melalui kampanye penggalangan usaha di bidang
leasing oleh pemerintah, animo investor terus meningkat. Tahun 1988 di Jakarta
saja sudah tercatat 83 buah perusahaan leasing yang sudah menjalankan
operasinya, bahkan sudah dibentuk Asosiasi Leasing Indonesia (ALI). Beberapa
perusahaan besar juga bergabung dalam Asosiasi Leasing Indonesia, seperti Adira
Finance dan Adira Kredit.
Hingga saat ini, perusahaan leasing di Indonesia terus
berkembang, baik dari segi jumlah maupun skala operasionalnya. Beberapa
perusahaan besar, seperti Adira Finance dan FIF Group, berhasil
memperluas jangkauan layanan mereka hingga ke berbagai wilayah Indonesia.
Dengan dukungan teknologi digital, perusahaan leasing juga menghadirkan layanan
berbasis aplikasi, yang semakin mempermudah masyarakat dalam mengakses pembiayaan.
Kondisi ini menunjukkan bahwa bisnis leasing memiliki prospek cerah di
Indonesia, baik untuk kebutuhan pembangunan maupun sebagai solusi pembiayaan
bagi masyarakat luas.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian leasse (sewa guna
usaha)?
2.
Apa kegunaan leasse (sewa guna
usaha)?
3.
Bagaimana karakteristik leasse
(sewa guna usaha)?
4.
Bagaimana kriteria klasifikasi leasse
(sewa guna usaha)?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari leasse
(sewa guna usaha).
2.
Untuk mengetahui kegunaan dari leasse
(sewa guna usaha).
3.
Untuk mengetahui karakteristik leasse
(sewa guna usaha).
4.
Untuk mengetahui kriteria klasifikasi leasse
(sewa guna usaha).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Leasse (sewa guna usaha)
Perusahaan
sewa guna usaha di Indonesia lebih dikenal dengan nama leasing. Leasing berasal
dari bahasa Inggris yaitu leasse yang berarti sewa atau lebih umum diartikan
sewa menyewa yaitu pembiayaan peralatan atau barang modal untuk digunakan pada
proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Industri leasing menciptakan konsep baru untuk mendapatkan barang modal serta
menggunakannya sebaik mungkin tanpa harus membeli atau memiliki barang
tersebut. Ditinjau dari sudut ekonomi, leasing dapat pula dikatakan sebagai
salah satu cara untuk menghimpun dana yang terdapat didalam masyarakat dan
menginvestasikannya kembali dalam sektor-sektor ekonomi tertentu yang dianggap
produktif.[1]
Dalam
keputusan Menteri Keuangan Repuplik Indonesia Nomor 1169/kmk.01/1991, leasse
(sewa guna usaha) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang
modal baik secara leasing dengan pihak opsi (Finance Lease) maupun
leasing tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh leasse
selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.[2]
Sedangkan
menurut (Equipment Leasing Association di London) leasing adalah
perjanjian antara lessor dan lesse untuk menyewakan sesuatu atas
barang modal tertentu yang dipilih atau ditentukan lesse. Hak kepemilikan
barang modal tersebut dimiliki oleh lessor, sedangkan lesse hanya
menggunakannya berdasarkan pembayaran uang serta uang telah di tentukan dalam
jangka waktu tertentu.[3]
Defenisi
leasing dalam surat keputusan bersama tersebut difokuskan pada pengertian
leasing pada financial lease, artinya bahwa penyewa guna usaha atau pada
masa akhir kontrak diberikan hak opsi, yaitu untuk membeli objek atau
memperpnjangnya. Ada empat unsur yang terakandung dalam pengertian leasing yang
terkandung dalam keputusan surat bersama, yaitu: 1) penyediaan barang modal, 2)
jangka waktu tertentu, 3) pembayaran dilakukan secara berkala, dan 4) adanya
hak opsi, yaitu memilih untuk membeli objek atau memperpanjangnya.[4]
Dalam
kamus Black Laws Dictionary, yang diartikan dengan lease adalah any
agreement which gives rises to relantionship of landlord and tenant (real
Property) or lessor and lesse (real or personal property). Artinya, leasing
adalah sebuah persetujuan untuk menimbulkan hubungan pemilik tanah dengan
petani (benda tidak bergerak) atau antara lessor dengan lesse (benda
tidak bergerak atau benda bergerak).[5] Definisi ini difokuskan
pada persetujuan tentang objek dan subjek leasing. Subjek leasing dalam
defenisi ini adalah pemilik tanah dan penyewa tanah atau antara lessor dengan
lesse sebagai penyewa, sedangkan objeknya berupa benda bergerak atau benda
tidak bergerak.
Dapat
disimpulkan dari pengertian-pengertian diatas bahwa leasing adalah suatu bentuk
pembiayaan yang melibatkan penyewaan barang modal oleh lessor (pihak
pemilik barang) kepada leasse (pihak penyewa) untuk digunakan dalam
jangka waktu tertentu. Hak kepemilikan barang tetap berada pada lessor,
sementara leasse membayar biaya sewa secara berkala. Pada akhir masa sewa,
leasse memiliki opsi untuk membeli barang tersebut atau memperpanjang masa
sewanya. Secara umum, leasing digunakan sebagai alternatif pembiayaan untuk
mendapatkan barang modal tanpa harus langsung memilikinya, sehingga dapat
mendukung aktivitas produktif ekonomi.
B. Kegunaan
dari Leasse (sewa guna usaha)
Leasing
sebagai alternatif sumber pembiayaan memiliki beberapa kegunaan antara lain
sebagai berikut:[6]
1.
Pembiayaan penuh
Transaksi leasse (sewa guna
usaha) sering dilakukan tanpa perlu uang muka dan pembiayaannya dapat diberikan
sampai 100% (full pay out). Hal ini akan membantu cash flow
terutama bagi perusahaan (leasse) yang berdiri atau beroperasi dan
perusahaan yang mulai berkembang.
2.
Lebih fleksibel
Dipandang dari segi perjanjiannya,
leasing lebih luwes karena leasing lebih mudah menyesuaikan keadaan keuangan
leasse dibandingkan dengan perbankan. Pembayaran angsuran secara berkala akan
ditetapkan berdasarkan pendapatan yang dihasilkan leasse sehingga pengaturan
pembayaran angsuran secara berkala dapat disesuaikan dengan pendapatan yang
dihasilkan objek yang di-lease. Artinya pembayaran sewa baru dilakukan
setelah barang modal yang di lease tersebut telah mulai produktif.
3.
Sumber pembiayaan alternatif
Leasse
(sewa guna usaha) merupakan sumber pembiayaan lain bagi perusahaan tanpa
mengganggu fasilitas kredit (credit line) yang telah dimiliki. Dari segi
jaminan leasse (sewa guna usaha) tidak terlalu menuntut adanya jaminan
tambahan yang lebih banyak dibandingkan apabila leasse memperoleh pinjaman dari
pihak lainnya. Karena hak kepemilikan sah atas objek lease serta
pengaturan pembayaran lease sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan oleh objek
lease sehingga merupakan jaminan bagi leasse (sewa guna usaha) itu
sendiri. Dengan demikian harta yang telah dijaminkan untuk kredit tetap dapat
menjamin kredit yang sudah ada.
4.
Off balance sheet
Tidak adanya ketentuan keharusan
mencantumkan transaksi leasse (sewa guna usaha) dalam neraca memberi
daya tarik tersendiri kepada leasse karena tanpa mencantumkan sebagai aktiva
berarti prosedur pembelian barang tidak perlu dipenuhi secara terperinci karena
mungkin masih dalam batas kewenangan direksi (seringkali kewenangan pembelian
barang modal baru sah apabila disetujui dewan komisaris atau bahkan rapat
pemegang saham). Dengan demikian keputusan secara cepat dan tepat dapat lebih
mudah dilakukan oleh direksi.
5.
Arus dana
Keluwesan pengaturan pembayaran sewa
sangatlah penting dalam perencanaan arus dana karena pengaturan ini akan
mempunyai dampak yang berarti terhadap pendapatan leasse. Di samping itu,
persyaratan pembayaran di muka yang relatif lebih kecil akan sangat berpengaruh
pada arus dana terlebih apabila ada pertimbangan kelambatan menghasilkan laba
dalam investasi.
6.
Proteksi inflasi
Leasse
(sewa guna usaha) dapat merupakan pelindung terhadap inflasi meskipun dalam
beberapa keadaan sering dikatakan hal ini kurang relevan. Dalam tahun-tahun
berikutnya setelah kontrak leasing dilakukan, khususnya apabila leasing
berdasarkan tarif suku bunga tetap, maka leasse akan membayar dengan jumlah
tetap atas sisa kewajibannya yang berasal dari pelunasan pembelian yang
dilakukan di masa lalu.
7.
Perlindungan akibat kemajuan teknologi
Dengan memanfaatkan leasse (sewa
guna usaha), leasse dapat terhindar dari kerugian akibat barang yang disewa
tersebut mengalami ketinggalan model dan teknologi disebabkan oleh pesatnya
perkembangan teknologi. Dalam suatu kontrak leasse (sewa guna usaha)
objek leasse (sewa guna usaha) sering dimasukkan sebagai perjanjian
bahwa barang yang sedang disewa tersebut dapat ditukarkan dengan barang yang
serupa yang lebih canggih apabila di kemudian hari terdapat penemuan-penemuan
baru yang lebih unggul dari pada produk barang yang sama.
8.
Sumber pelunasan kewajiban
Pembatasan pembelanjaan dalam
perjanjian kredit dapat diatasi melalui leasse (sewa guna usaha) karena
pada umumnya pelunasan atau pembayaran angsuran hampir selalu diperkirakan
berasal dari modal kerja yang dihasilkan oleh adanya barang yang di lease.
Sehingga kekhawatiran para kreditor terhadap gangguan penggunaan modal kerja
yang akan mempengaruhi pelunasan kredit yang telah diberikan dapat diatasi.
9.
Kapitalisasi biaya
Adanya biaya-biaya tambahan selain
harga perolehan seperti biaya penyerahan, instalasi, pemeriksaan, konsultan,
percobaan, dan sebagainya dapat dipertimbangkan sebagai biaya modal yang dapat
dibiayai dalam leasse (sewa guna usaha) dan dapat disusutkan berdasarkan
lamanya leasse (sewa guna usaha).
10. Risiko
keuangan
Dalam keadaan yang serba tidak
menentu, operating lease yang berjangka waktu relatif singkat dapat
mengatasi kekhawatiran leasse terhadap risiko keusangan (obsolescence)
sehingga leasse tidak perlu mempertimbangkan risiko pada tahap dini yang
mungkin terjadi.
11. Kemudahan
penyusutan anggaran
Adanya pembayaran sewa secara berkala
yang jumlahnya relatif tetap akan merupakan kemudahan dalam penyusunan anggaran
tahunan leasse.
12. Pembiayaan
proyek skala besar
Adanya keengganan untuk memikul
risiko investasi dalam pembiayaan proyek yang seringkali menjadi masalah di
antara pemberi dana, masalah tersebut biasanya dapat diatasi melalui perusahaan
leasse (sewa guna usaha) sepanjang tersedianya suatu jaminan penuh yang
dapat diterima dan serta kemudahan untuk menguasai barang yang dibiayai apabila
terjadi suatu kelalaian.serta kemudahan untuk menguasai barang yang dibiayai
apabila terjadi suatu kelalaian.
C. Karakteristik
Leasse (sewa guna usaha)
Dilihat dari segi
pandangan hukum, kegiatan sewa guna usaha memiliki 4 karakteristik yaitu:[7]
1.
Perjanjian antara lessor dengan
pihak leasse.
2.
Berdasarkan perjanjian sewa guna usaha, lessor
mengalihkan hak penggunaan barang kepada pihak leasse.
3.
Leasse
membayar kepada lessor uang sewa atas penggunaan barang (asset).
4.
Leasse mengembalikan
barang tersebut kepada lessor pada akhir periode yang ditetapkan lebih dahulu
dan jangka waktunya kurang dari umur ekonomi barang tersebut.
Adapun
dalam usaha leasing, terdapat beberapa pihak yang bersangkutan dalam perjanjian
leasing, yaitu:[8]
1.
Pihak yang disebut lessor, yaitu
pihak yang menawarkan barang, dapat terdiri dari beberapa perusahaan. Pihak
penyewa ini disebut juga sebagai investor, equity-holder, owner-participants
atau trustters-owner.
2.
Pihak yang disebut leasse yaitu
pihak yang menikmati barang tersebut dengan membayar sewa guna usaha yang
mempunyai hak opsi.
3.
Pihak kreditur atau lender atau disebut
juga debt-holder atas loan participants dalam transaksi leasing,
mereka umumnya terdiri dari bank, insurance company, trust, dan yayasan.
4.
Pihak supplier, yaitu penjual dan
pemilik barang yang disewakan, supplier ini dapat terdiri dari perusahaan yang
berada didalam negeri atau yang mempunyai kantor pusat diluar negeri.
Dari
pernyataan diatas dapat dijelaskan bahwa karakteristik leasing atau sewa guna
usaha adalah suatu perjanjian di mana lessor (penyedia barang)
memberikan hak penggunaan barang kepada leasse (pengguna barang) dengan
kewajiban membayar uang sewa selama jangka waktu tertentu yang biasanya lebih
pendek dari umur ekonomi barang tersebut. Dalam prosesnya, terdapat empat pihak
utama yang terlibat, yaitu lessor sebagai penyedia aset, leasse sebagai
pengguna aset, kreditur sebagai pemberi dana kepada lessor, dan supplier
sebagai pihak yang menyediakan barang yang disewakan. Perjanjian ini mengatur
hak dan kewajiban masing masing pihak serta mengharuskan barang dikembalikan
kepada lessor setelah masa sewa berakhir.
D. Kriteria
Klasifikasi Leasse (sewa guna usaha)
Leasing
merupakan salah satu sumber dana bagi para pengusaha yang membutuhkan barang
modal, selama jangka waktu tertentu dengan membayar sewa. Dengan cara ini
pengusaha yang tidak mempunyai modal atau mempunyai modal terbatas, tetapi
ingin mempunyai pabrik dapat memperolehnya dengan cara leasing. Adapaun
kriteria klasifikasi leasse (sewa guna usaha) secara garis besar dapat
dibagi dalam dua katagori yaitu:[9]
1.
Finance lease
(sewa guna usaha dengan hak opsi)
Finance lease
merupakan suatu bentuk cara pembiayaan, lessor yang mendapatkan hak
milik atas barang yang disewakan menyerahkan kepada leasse untuk dipakai selama
jangka waktu yang sama dengan masa kegunaan barang tersebut. Dalam perjanjian
kontrak, leasse bersedia untuk melakukan serangkaian pembayaran atas
penggunaan suatu aset yang menjadi objek leasse. Leasse pun
berhak memperoleh manfaat ekonomis dengan mempergunkan barang tersebut
sedangkan hak miliknya tetap pada lessor. Dengan demikian berarti leasse
telah menanam modal. Dalam perjanjian finance lease ini biasanya tidak dapat
di batalkan atau diputuskan ditengah jalan oleh salah satu pihak, kecuali bila
pihak leasse tidak memenuhi perjanjian atau kontrak.
Ciri utama sewa guna usaha dengan hak
opsi yaitu pada akhir kontrak, leasse mempunyai hak pilih untuk membeli barang
modal sesaui dengan nilai sisa (residual value) yang disepakati, atau
mengembalikannya, memperpanjang masa kontrak sesuai dengan syarat-syarat yang
telah disetujui bersama. Teknik finance lease biasanya disebut juga
dengan fill pay out leasing yang artinya suatu bentuk pembiayaan dengan
cara kontrak antara lessor dengan leasse. Pada leasing jenis ini leasse
menghubungi lessor untuk memilih barang modal yang dibutuhkan, memesan,
memeriksa, dan memelihara barang modal tersebut. Selama masa sewa, leasse
membayar sewa secara berkala dari jumlah seluruhnya ditambah dengan pembayaran
nilai sisa.
Dalam praktiknya transaksi finance
lease dibagi lagi kedalam bentuk-bentuk sebagai berikut:
a. Sewa
guna usaha langsung (direct finance lease)
Dalam bentuk transaksi ini, lessor membeli
barang modal dan sekaligus menyewakan kepada leasse. Pembelian tersebut
dilakukan atas permintaan leasse dan leasse pula menentukan spesifikasi barang
modal, harga, dan suppliernya.
b. Jual
dan sewa kembali (sale and lease back)
Leasse membeli dahulu atas nama
sendiri barang modal (impor atau ekspor) termasuk membayar biaya bea masuk dan
impor lainnya. Kemudian barang modal tersebut dijual kepada lessor dan
selanjutnya diserahkan kembali kepada leasse untuk digunakan bagi keperluan
usahanya sesuai dengan jangka waktu kontrak sewa guna usaha.
2. Operating
lease (sewa guna usaha tanpa hak opsi)
Ciri utama leasing jenis ini adalah
leasse hanya berhak menggunakan barang modal selama jangka waktu kontrak tanpa
hak opsi setelah masa kontrak berakhir. Pihak lessor hanya menyediakan
barang modal untuk disewakan kepada leasse dengan harapan setelah
kontrak berakhir, lessor memperoleh keuntungan dari penjualan barang
modal tersebut. Adapun tujuan dari operating lease ini ialah menjual
barang modal itu apabila kelak telah habis jangka waktu perjanjian lease,
sehingga untuk ini diberikan syarat-syarat yang lebih ringan atau lunak.
Syarat-syarat yang lebih ringan atau
lunak ini diantaranya berupa harga sewa atau cicilan lebih kecil dibandingkan
dengan harga sewa dalam finance lease. Dalam operating lease resiko
kepemilikan selama jangka waktu leasing menjadi tanggung jawab lessor,
oleh karena itu pajak kekayaan menjadi tanggungan lessor juga.
Perjanjian dalam operating lease berbeda dengan perjajian dalam financial
lease, yang mana dalam bentuk perjanjian operating lease dapat dibatalkan
sebelum jangka waktu leasing, seperti pihak leasse (penyewa) dapat
memutuskan perjanjian secara sepihak asal dengan pemberitahuan maksud pemutusan
hubungan sewa tertulis dalam waktu yang layak.
Sebagai konsekuesinya leasse harus
membayar harga sewa penuh. Resiko yang berupa turunnya nilai barang (rusak)
yang biasa ditanggung oleh pemilik, dapat dimasukan dalam perjanjian untuk
ditanggung oleh leasse. Di akhir pejanjian leasing, leasse wajib
mengembalikan barang tersebut pada lessor, kecuali leasse menggunkan hak
opsinya untuk membeli barang tersebut dengan harga yang riil, yang biasa
relatif jumlahnya atau ada perundingan yang dilakukan untuk kontrak lease
yang baru dengan leasse yang sama atau juga lessor mencari leasse
yang baru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat
disimpulkan bahwa leasing adalah suatu bentuk pembiayaan yang melibatkan
penyewaan barang modal oleh lessor (pihak pemilik barang) kepada leasse
(pihak penyewa) untuk digunakan dalam jangka waktu tertentu. Hak kepemilikan
barang tetap berada pada lessor, sementara leasse membayar biaya sewa
secara berkala. Pada akhir masa sewa, leasse memiliki opsi untuk membeli barang
tersebut atau memperpanjang masa sewanya. Secara umum, leasing digunakan
sebagai alternatif pembiayaan untuk mendapatkan barang modal tanpa harus
langsung memilikinya, sehingga dapat mendukung aktivitas produktif ekonomi.
Adapun
kegunaan sewa guna usaha yaitu: pembiayaan penuh, lebih fleksibel, sumber
pembiayaan alternatif, off balance sheet, proteksi inflasi, perlindungan
akibat kemajuan teknologi, sumber pelunasan kewajiban, kapitalisasi biaya,
risiko keuangan, kemudahan penyusutan anggaran, dan pembiayaan proyek skala
besar.
Sewa
guna usaha memiliki 4 karakteristik yaitu: perjanjian antara lessor
dengan pihak leasse, berdasarkan perjanjian sewa guna usaha, lessor
mengalihkan hak penggunaan barang kepada pihak leasse, leasse membayar kepada lessor
uang sewa atas penggunaan barang (asset), leasse mengembalikan barang
tersebut kepada lessor pada akhir periode yang ditetapkan lebih dahulu
dan jangka waktunya kurang dari umur ekonomi barang tersebut.
Adapun
kriteria klasifikasi leasse (sewa guna usaha) secara garis besar dapat
dibagi dalam dua katagori yaitu: Finance lease (sewa guna usaha dengan
hak opsi) merupakan suatu bentuk cara pembiayaan, dan operating lease
(sewa guna usaha tanpa hak opsi) ciri utama leasing jenis ini adalah leasse
hanya berhak menggunakan barang modal selama jangka waktu kontrak tanpa hak
opsi setelah masa kontrak berakhir.
DAFTAR PUSTAKA
Aprilianti, Aprilianti. “Perjanjian
Sewa Guna Usaha Antara Lessee Dan Lessor.” FIAT JUSTISIA: Jurnal Ilmu Hukum
5, no. 3 (2011).
Fransiska, Fransiska. “Perjanjian Sewa
Guna Usaha (Leasing).” Law, Development and Justice Review 4, no. 2
(2021): 171–82.
Lubis, Suhrawardi. Hukum Ekonomi
Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2019.
Pandia, Frianto. Lembaga Keuangan.
Jakarta: Rineka Cipta, 2022.
Pantow, Moris. “ANALISIS TERHADAP
PERJANJIAN LEASING MENURUTKITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA.” Lex Privatum
9, no. 3 (2021).
Salim, HS. Perkembangan Hukum Kontrak
Innominat Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2017.
Satria, Ilham. Modul Akuntansi
Keuangan. Aceh: UNIMA, 2020.
[1] Aprilianti
Aprilianti, “Perjanjian Sewa Guna Usaha Antara Lessee Dan Lessor,” FIAT JUSTISIA: Jurnal Ilmu Hukum 5, no.
3 (2011).
[2] Frianto
Pandia, Lembaga Keuangan (Jakarta:
Rineka Cipta, 2022), 110.
[3] Moris
Pantow, “ANALISIS TERHADAP PERJANJIAN LEASING MENURUTKITAB UNDANG-UNDANG HUKUM
PERDATA,” Lex Privatum 9, no. 3
(2021).
[4] Pantow.
[5] HS.
Salim, Perkembangan Hukum Kontrak
Innominat Di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2017), 139.
[6] Ilham
Satria, Modul Akuntansi Keuangan
(Aceh: UNIMA, 2020), 47.
[7] Fransiska
Fransiska, “Perjanjian Sewa Guna Usaha (Leasing),” Law, Development and Justice Review 4, no. 2 (2021): 171–82.
[8] Fransiska.
[9] Suhrawardi
Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta:
Sinar Grafika, 2019), 97.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar